Senin, September 21, 2009

SHALAT IEDUL FITRI DI KBRI TRIPOLI LIBYA





KBRI Tripoli Libya pada hari Sabtu, 19 September 2009 ( 1 Syawal 1377 Wafat Rasul / 1430 H)mengadakan Shalat Iedul Fitri bertempat di basement Gedung KBRI Tripoli yang terletak di Hay Karamah, Sarraj, Tripoli. Shalat tersebut dihadiri oleh Bapak Dubes RI untuk Libya dan Ibu Sanusi, masyarakat Indonesia di Tripoli dan sekitarnya serta para mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilu pengetahuan di kampus Kulliyah Dakwah Islamiyah (KDI) yang dikelola oleh World Islamic Call Society (WICS) yang membangun Masjid Muammar Gaddafi di Sentul, Bogor, Indonesia. Bertindak sebagai imam pada shalat Idedul Fitri tersebut Ust. H. Nasruddin Latief, Lc, MA dan bertindak sebagai khatib Ust. H. Nandang Nursaleh, SS, S.Pd, mahasiswa S2 yang sedang menulis thesis di KDI. Berikut ini naskah khutbah Iedul Fitri tersebut:


KHUTBAH IDUL FITRI KBRI TRIPOLI 2009
1 Syawal 1430/19 September 2009
Oleh: Ust. H. Nandang Nursaleh, SS, S.Pd

اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ * اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ *اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ*
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ. لاَ اِلَهَ إِلاّ اللهُ وَحْدَهُ, صَدَقَ وَعْدَهُ, وَنَصَرَ عَبْدَهُ, وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لااله الاالله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون ولو كره المشركون ولو كره المنافقون لااله الاالله و الله اكبر الله اكبر ولله الحمد*
الحمد لله الذى أنعم علينا وهدانا إلى دين الأ سلام وجعل رمضان شهرا مباركا ورحمة للناس واشكروا نعمة الله ان كنتم إياه تعبدون ولعلكم تتقون*
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ َلا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِيْهمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ الله إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd...
Hadirin jamaah idul fitri KBRI Tripoli yang berbahagia..

Sejak hari kemarin, ketika cahaya mentari mulai redup menggelapkan mayapada; gegap gempita gema takbir, tahlil, dan tahmid; membahana di sebagian penjuru planet bumi. Gemuruh mengagungkan asma Allah ini, terus menerus berkumandang secara estafet, diawali dari hari kemarin di sudut bumi paling timur sampai malam nanti di kawasan dunia paling barat. Sang surya yang menjadi pusat edar dari galaksi bimasakti bersama sejumlah planet yang ditundukkan dan dipatuhkan mengelilinginya, termasuk planet bumi ini, akan menjadi saksi dari sekitar 1,5 milyar umat manusia yang sudah menyatakan ketundukan dan kepatuhannya kepada sang Pencipta, Alloh SWT. Selama lebih 24 jam tak henti-hentinya planet bumi menggemakan dan memancarkan aura dari suara takbir, tahlil, dan tahmid kaum muslimin. Bahkan sesungguhnya, bukan hanya kita sebagai manusia saja yang menggemakan keagungan dan kesucian Alloh SWT; dalam ekspresi yang berbeda, bumi dan langit serta seluruh yang ada di dalamnya; mulai dari butiran atom yang terkecil sampai gugusan galaksi yang terbesar, jutaan bintang-bintang dan milyaran planet, binatang dan seluruh speciesnya, tumbuhan dan seluruh keanekaragamannya, ratusan ribu malaikat dan milyaran makhluk jin, ribuan arwah para nabi dan rasul, para wali dan arwah nenek moyang kita yang soleh… pada saat ini, semuanya serempak menggemakan keagungan sang Khaliq. Bahkan bukan hanya hari ini, Secara sunatullah sesungguhnya jagat raya tak pernah diam, senantiasa tunduk kepada Allah, mensucikan nama-Nya, mengagungkan kebesaran-Nya, memuji karya-karya-Nya, dan mengesakan dzat-Nya

يَُسبِّحُ لِلَّهِ مَا فِيْ السَمَوَاتِ وَمَا فِي ْالأَرْضِ اْلمَلِكِ ْالقُُدُّسِ الْعَزَيْزِ ْالحَكِيْمِ
"Senantiasa bertasbih mensucikan asma Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ia Raja Diraja, Yang Maha Suci, Yang Maha Digjaya, lagi Maha Bijaksana" (QS. Al-Jumu'ah:1)

Allohu akbar allohu akbar walillahilhamd.
Alloh maha agung... segala puji bagi Alloh yang maha Agung
Hadirin jamaah idul fitri yang berbahagia…

Pada pagi ini, kita semua di lapangan KBRI Tripoli ini, mendapat giliran menggemakan takbir, tahlil, dan tahmid tersebut. Walaupun kita jauh dari tanah air, keluarga, dan handai taulan.. tetapi tetap kita bersemangat untuk datang menghadap panggilan Allah SWT, menundukkan hati diharibaan-Nya, dan khusyu menggemakan pujian-pujian untuk-Nya; mengagungkan kebesaran-Nya, seraya menyadari betapa kerdilnya kita dihadapan-Nya, betapa perlunya kita pada karunia-Nya, dan betapa tidak berartinya kehidupan ini tanpa petunjuk dan bimbingan-Nya.

Hari ini kita merayakan hari yang sangat istimewa, hari raya idul fitri. Betapa tidak, hari ini Islam melegitimasi penganutnya untuk bersuka cita, memakai pakaian dan wangi-wangian yang terbaik dan menghidangkan makanan yang istimewa dan diharamkan berpuasa. Hari ini adalah hari kemenangan bagi kita sebagai kaum muslimin dalam melawan hawa nafsu di bulan Ramadan yang lalu. Dari sisi spiritualitas, hari ini adalah hari yang suci; orang-orang dewasa dilahirkan kembali oleh Ramadan menjadi sosok-sosok bayi yang suci. Suci dari kotoran-kotoran jiwa dan penyakit hati yang mungkin telah mengidap dalam diri kita selama kurun waktu 11 bulan yang lalu. Oleh karena itu, 1 bulan dalam 1 satu tahun secara totalitas kaum muslimin difasilitasi oleh Alloh swt untuk melakukan terapi dan perawatan sehingga kotoran-kotoran jiwa dan penyakit-penyakit nurani itu, dibersihkan dan disucikan. Dengan demikian orang yang telah mengikuti prosesi Ramadan diharapkan dapat keluar dalam keadaan bersih dan suci dari noda dan dosa.. Inilah fungsi Ramadan sebagai sarana untuk penebusan dosa.

Jika kita membaca referensi agama dan kepercayaan yang ada di dunia ini, kita akan menemukan bahwa setiap agama memiliki konsep dan metode tentang penebusan dosa umatnya. Ada yang menebusnya dengan cara menyerahkan sejumlah uang atau harta benda kepada pemuka agama, ada yang mengorbankan tumbal, bahkan dalam sekte-sekte agama tertentu, penebusan dosa dilakukan dengan cara melukai diri atau bahkan bunuh diri.

Islam memberikan banyak konsep penebusan dosa yang semuanya sangat praktis, humanis, dan rasional. Misalnya, dosa-dosa kecil yang kita lakukan secara langsung kepada Allah, bisa pupus hanya dengan istigfar, siraman air wudlu, atau memperbanyak sedekah. Untuk dosa yang lebih besar bisa dimaafkan dengan meminta ampun, salat taubat, seraya berjanji tak mengulangi kembali. Jika dosanya bersangkut paut dengan individu manusia, semisal menggunjing, memfitnah, menyakiti; maka harus terlebih dahulu diselesaikan antar individu tersebut dengan meminta maaf. Atau jika dosanya berkaitan dengan kemaslahatan umum maka penegakan hukum tebusannya. Jika dosa-dosa kemanusiaan ini tidak diselesaikan di dunia maka mahkamah rabbaniah di akhirat yang akan mengadilinya. Tentu saja kita tidak ingin berurusan dengan pengadilan Alloh yang tanpa pandang bulu. Apalagi kalau gara-gara dosa kemanusiaan, kita menjadi orang yang divonis bangkrut di akhirat kelak. Sebagaimana diceritakan dalam hadits: Rasulullah SAW. bertanya kepada para sahabat: Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut? Para sahabat menjawab: orang yang bangkrut adalah mereka yang tidak memiliki uang dan harta benda yang tersisa. Kemudian Rasulullah menyanggah: Bukan, Orang yang benar-benar bangkrut (pailit) di antara umatku ialah orang yang di hari kiamat datang membawa seabrek pahala shalat, puasa dan zakat; tapi (sementara itu) datanglah orang-orang yang menuntutnya, karena ketika (di dunia) ia mencaci ini dan menuduh itu, memakan harta si ini dan menyakiti si itu, melukai si itu dan memukul si ini. Maka diberikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada si ini dan si itu.. Jika ternyata pahala-pahala kebaikannya habis sebelum dipenuhi apa yang menjadi tanggungannya, maka diambillah dosa-dosa si ini dan si itu (yang pernah di dzaliminya) dan ditimpakan kepadanya. Kemudian dicampakkanlah ia ke dalam api neraka.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Hadirin Jamaah idil Fitri yang berbahagia…

Ternyata mulut, tangan, kaki, dan anggota tubuh kita yang biasa kita gunakan untuk beribadah, bersujud, berdzikir, berpuasa, berzakat; dapat membuat kita pailit kelak. Tidak hanya menghabiskan modal pahala yang kita tumpuk sepanjang umur kita tapi bahkan dapat menimpakan dosa orang lain menjadi tanggung jawab kita. Ini semua disebabkan karena kita terlalu meremehkan dosa dan kesalahan terhadap sesama.

Oleh karena itu, dipenghujung Ramadan setelah dosa-dosa kita di ampuni oleh Alloh, maka selanjutnya adalah saling memaafkan di antara sesama manusia agar kita betul-betul suci terbebas dari dosa kemanusiaan yang dapat membangkrutkan pahala kita di akhirat kelak.

Allohuakbar 3X walillahilhamd
HAdirin JAmaah Idil Fitri yang berbahagia…

Inilah sesungguhnya makna idul fitri yang dimaksudkan. Secara etimologis, kata ied berarti kebiasan yang berulang, sedangkan fitri berasal dari kata fatara yang berarti menciptakan atau asal mula atau original. Jadi secara Filosofi, idul fitri memiliki arti hari raya yang berulang setiap tahun yang mengembalikan manusia dalam keadaan bersih, suci, terbebas dari segala dosa sebagaimana asal mula penciptaannya.

Demikianlah Islam menilai, bahwa manusia dilahirkan ke dunia dalam kejadian asal yang suci (fithrah) tanpa dosa sedikitpun. Seandainya tidak ada pengaruh lingkungannya, manusia diasumsikan akan tumbuh dalam kesucian itu. Firman Allah dalam Surat ar-Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ [الروم : 30[

“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama secara benar, menurut fitrah Allah yang atas itu pula Allah menciptakan manusia. Tiada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Juga sabda Nabi SAW: كل مولود يولد على الفطرة
“setiap manusia dilahirkan dalam kesucian”.
Kesucian asal itu bersemayam dalam hati nurani dan selalu mendorong manusia untuk senantiasa mencari, berpihak, dan berbuat yang baik dan benar.

Akan tetapi, meskipun dasarnya suci, manusia adalah makhluk yang lemah, mudah membuat kesalahan, sehingga tergelincir ke dalam dosa yang menjadikan dirinya tidak suci lagi. Manusia mudah tertarik kepada hal-hal yang sepintas lalu menawarkan kesenangan, padahal dalam jangka panjang membawa malapetaka. Itulah sebabnya dalam agama kita ada ritus-ritus penyucian diri, dan ibadah puasa merupakan ritus yang utama untuk membakar habis dosa-dosa kita. Bukanlah suatu kebetulan, jika bulan yang baru saja kita lalui bernama Ramadhan, yang secara harfiah berarti “bulan pembakaran”.

Inti Idul Fitri adalah bersihnya kita dari segala dosa. Kesucian diri ini perlu terus kita pelihara, karena pada hakikatnya proses penyucian diri ini merupakan jihad an-nafs, proses yang sustainable, yang terus-menerus harus kita jalani sepanjang hidup. Betapa sulitnya proses ini sehingga Al-Qur’an menyebutnya sebagai al-`aqabah atau “jalan mendaki”. Sebagai manusia yang lemah, kita mungkin pernah tergelincir dalam kesalahan terhadap manusia yang lain, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Dalam pergaulan sehari-hari sering terjadi pertikaian ataupun kesalahfahaman antara sesama anggota masyarakat, antara sesama kolega ditempat bekerja, bahkan sering terjadi perselisihan dalam satu keluarga, antara suami dan istri, antara anak dan orang tua, antara kakak dan adik. Marilah kita jadikan 1 Syawal 1430 Hijriah ini sebagai momentum untuk menghabisi perasaan dendam dan amarah yang mungkin tumbuh pada saat kita lalai dan terbawa oleh emosi. Marilah kita buka lembaran kehidupan yang baru, yang lebih akrab, yang bersih dari suasana pertikaian, sesuai dengan kesucian Idul Fitri.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
La ilaha illallahu wallahu akbar.
Allahu Akbar wa lillahilhamd.

Sejak Idul Fitri resmi jadi hari raya umat Islam, tepatnya pada tahun II ‎H. kita disunahkan untuk merayakannya sebagai ungkapan syukur atas ‎kemenangan jihad akbar melawan nafsu duniawi selama Ramadhan. Tapi ‎Islam tak menghendaki perayaan simbolik, bermewah-mewah. Apalagi sambil ‎memaksakan diri. Islam menganjurkan perayaan ini dengan kontemplasi dan ‎tafakur tentang perbuatan kita selama ini.‎

Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dalam al-Gunyah-nya berpendapat, merayakan ‎Idul Fitri tidak harus dengan baju baru, tapi jadikanlah Idul fitri ajang tasyakur, ‎refleksi diri untuk kembali mendekatkan diri pada Allah Swt. Idul Fitri adalah momentum mengasah ‎kepekaan sosial kita. Ada pemandangan paradoks, betapa disaat kita ‎berbahagia hari ini, saudara-saudara kita di tempat-tempat lain masih banyak ‎menangis menahan lapar dan derita. Di Palestina mereka merayakan Idul Fitri di bawah ancaman mortir dan moncong senjata pasukan Israel. Di negeri-negeri lain, kaum muslimin merayakan ied dengan perasaan tidak nyaman, karena mereka minoritas dan termarjinalisasi.

Kita sebagai bangsa Indonesia patut bersyukur. Allah SWT telah menakdirkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang umat Islamnya paling banyak di muka bumi. Tidak ada negara manapun yang penduduk Muslimnya lebih banyak dari negara kita. Ditambah pula dengan anugerah Ilahi berupa sumber daya alam yang berlimpah. Bahkan Negara kita pada pertengahan dasawarsa 90-an, dipandang oleh dunia internasional sebagai salah satu dari Macan-Macan Asia di bidang ekonomi.

Namun, tiba-tiba saat ini, nikmat Allah itu tercerabut dari negeri kita. Krisis demi krisis menimpa negara dan bangsa Indonesia. Berbagai bencana alam datang silih berganti. Baru-baru ini terjadi gempa bumi di jawa bagian barat dan beberapa wilayah lainnya. Gempa itu, tak sedikit memakan korban manusia, harta benda, dan menghabiskan triliunan rupiah. Kejahatan dan teror merajalela, sifat ramah bangsa kita seolah-olah lenyap menghilang.

Apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri kita ini? Mengapa nikmat Allah berubah menjadi bencana? Mengapa negeri yang kaya raya dan terpandang kini menjadi negeri miskin dan penghutang besar? Mengapa masyarakat yang terkenal santun dan rukun berubah menjadi liar dan saling bermusuhan? Mengapa orang-orang yang tidak berdosa atau tidak bersalah harus pula menanggung musibah ini? Bukankah mayoritas penduduk negeri ini mengaku beriman kepada Allah, dan bukankah di negeri ini terdapat banyak ulama, ahli waris para nabi dan pemberi peringatan?

Kita mungkin akan tersadar jika membaca firman Allah dalam Surat al-Anfal ayat 25:
وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً، وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ [الأنفال : 25
“Peliharalah dirimu dari malapetaka yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaNya.”
Juga Surat al-Anfal ayat 53–54:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ *
َكدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَذَّبُواْ بآيَاتِ رَبِّهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَونَ وَكُلٌّ كَانُواْ ظَالِمِينَ الأنفال : 53-54]

“Siksaan yang demikian itu terjadi karena sesungguhnya Allah tidak mengubah nikmat yang telah dianugerahkanNya kepada suatu bangsa sehingga bangsa itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Keadaan bangsa itu sama dengan keadaan Fir`aun dan pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya. Maka Kami binasakan mereka lantaran dosa-dosa mereka sebagaimana Kami tenggelamkan Fir`aun dan pengikutnya. Semuanya adalah orang-orang zalim”(QS Al-Anfal 53-54).

Mungkin bangsa kita telah zalim sebagaimana Fir`aun dan para menterinya: Qarun, Haman, Bal`am serta para pengikutnya. Barangkali para penguasa, pengendali pemerintahan dan pengambil keputusan dalam masyarakat kita telah berperilaku seperti Fir`aun, merasa berkuasa mutlak dan berlaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Boleh jadi para penguasa, para wakil rakyat, para aparatur negara dan para pengusaha telah menjadi rakus seperti Qarun yang mengumpulkan kekayaan dan harta tanpa peduli halal atau haram. Jangan-jangan para sarjana, ilmuwan dan kaum intelektual dalam masyarakat kita telah menjadi Haman yang mendedikasikan kecendekiaannya untuk kepentingan penguasa dan mengelabui rakyat. Dan tidaklah terbayangkan jika para ulama dan ahli agama dalam masyarakat kita telah menjadi seperti Bal`am yang menjual ayat-ayat Allah demi kepuasan nafsu dan mengemas kecintaan pada dunia dengan bungkus agama.

Atau barangkali kita telah terbiasa bersikap feodal seperti umat Nabi Nuh a.s. yang senang disanjung dan suka menghina sesama hanya karena perbedaan status sosial. Padahal Nabi Nuh a.s. telah berseru:
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah menghanyutkan mereka dengan air bah tanpa sisa (Asy-Syu`ara’ 105-122).

Atau barangkali kita telah bersikap sombong seperti kaum `Ad yang tidak mau mendengar nasehat karena merasa menguasai ilmu dan teknologi. Padahal Nabi Hud a.s. telah berseru:
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah membinasakan mereka semua (Asy-Syu`ara’ 123-140).

Atau barangkali kita telah menjadi serakah seperti kaum Tsamud yang mencari kekayaan dengan cara yang bathil. Padahal Nabi Shaleh a.s. telah berseru:
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah menurunkan azab bagi mereka (Asy-Syu`ara’ 141-159).

Atau barangkali kita telah melampaui batas seperti penduduk Sodom yang merusak tatatan rumah tangga dan nilai-nilai kehidupan keluarga. Padahal Nabi Luth a.s. telah berseru:
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah melenyapkan mereka di laut Mati (Asy-Syu`ara’ 160-175).

Atau barangkali kita suka berlaku curang seperti penduduk Aikah (Madyan) yang merugikan hak-hak orang lain. Padahal Nabi Syu`aib a.s. telah berseru:
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah mendatangkan siksaan bagi mereka (Asy-Syu`ara’ 176-191).

Allohuakbar 3 x walillahilhamd

Potret-potret bangsa terdahulu yang diceritakan al-Qur'an dan dimusnahkan oleh Alloh karena menentang perintah-Nya, nampaknya semakin terrefleksi oleh bangsa kita saat ini. Para kiai, ustad, dan ulama setiap detik menyampaikan dakwahnya di masjid, majlis taklim, melalui tulisan; bahkan dibulan Ramadan ini TV kita dikhiasi oleh acara-acara bernuansa Islami. Namun bersamaan dengan itu pula, kemaksiatan tumbuh subur, bahkan tampak lebih ekstrim. Di Bulan Ramadan tak sedikit orang secara terang-terangan melakukan kemunkaran, makan minum atau merokok di siang bolong seolah-olah dirinya menjadi pahlawan yang berani menentang Tuhan.

Pada Lebaran tahun lalu, khatib pernah menelusuri kawasan indekos mahasiswa di kawasan pendidikan tinggi di kota Bandung. Sungguh terkejut ketika membaca sebuah pamflet pengumuman yang tertempel di dinding tembok yang isinya undangan silaturahmi yang dilaksanakan oleh perkumpulan kaum homoseksual, gay dan lesbian yang anggotanya justru banyak dari mahasiswa dan intelektual. Penduduk Sodom, kaumnya nabi Luth yang ditenggelamkan di laut Mati, saat ini ternyata tumbuh subur di negeri kita.

Bertubi-tubinya bencana di negeri kita harus menjadi perhatian bersama, jika kita tidak mengharapkan generasi kita musnah. Para ilmuwan sekular boleh-boleh saja mengemukakan argumentasi logisnya mengenai bencana alam, para ahli geologi bebas-bebas saja berteori tentang gempa bumi baik vulkanik atau tektonik yang melingkupi kepulauan Indonesia, adalah sebagai gejala alam semata.

Gempa yang mengejutkan kita di Tasikmalaya Jawa Barat pada bulan Ramadan ini dan telah memakan ratusan korban dan kerugian triliunan harta benda, atau bencana-bencana alam lainnya; seringkali hanya mampu dijelaskan penyebabnya secara parsial dari sudut pandang teori-teori ilmiah. Bahkan seringkali penjelasan teoretik hanya memperdangkal dan mempersempit persepsi masyarakat tentang kesatuan sistemik jagat raya, tentang hubungan antara prilaku manusia dengan gejala alam dan sang pencipta.

Islam memiliki persepsi yang komprehensif dalam memandang semua fenomena alam. Bukan hanya dari sisi logika ilmiah tetapi juga dari sudut pandang ilahiah. Islam tidak menafikan peran logika dalam menafsirkan gejala Alam. Justru mendorong agar manusia terus berfikir.

Tetapi Islam juga membimbing dan menjelaskan hakikat-hakikat melalui informasi-informasi yang bersumber dari sang pencipta alam semesta yang dibawa oleh utusan-Nya Rasulullah SAW.

Islam menilai fenomena alam yang mengakibatkan musibah, terjadi tidak berdiri sendiri atau hanya suatu kebetulan semata. Jangankan bencana alam, selembar daun jatuh pun dari pohonnya sudah sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah SAW. Oleh karena itu bencana Alam tidak bersifat independen, ia saling berhubungan antara Tuhan, manusia, dan alam itu sendiri.

Kalau khatib boleh menisbatkan hubungan antara Tuhan, manusia dan Alam semesta; maka ibarat sebuah perusahaan besar. Sederhananya, Tuhan adalah sang pemilik atau komisaris perusahaan, manusia adalah manager yang mengelola, dan alam semesta adalah perusahaan itu sendiri. Manager bertugas mengelola perusahaan agar untung dan mampu menyejahterakan karyawannya sesuai dengan ketentuan dan aturan main yang bersumber pada AD/ART perusahaan. Dalam hal ini, manusia sebagai manager bertugas mengelola dan memelihara alam semesta ini. Islam menyebut manusia sebagai khalifatullah yang bertugas memakmurkan bumi agar menjadi rahmat atau karunia bagi manusia dan makhluk lainnya. Ketentuan dan aturan main dalam mengelola alam semesta ini harus bersumber pada AD/ART perusahaan alam semesta ini yaitu Al-Quran dan As-Sunnah yang sudah disepakati dan diberikan oleh sang pemilik perusahaan, Alloh SWT. Jika manager berprestasi mengelola perusahaan maka ia pantas mendapat penghargaan. Begitupun sebaliknya, jika manager melakukan kesalahan atau melanggar aturan main, maka langkah pertama, koleganya harus memberikan teguran atau peringatan. Namun jika peringatan kolega tidak mempan dan manager semakin merugikan dan mengancam keberlangsungan perusahaan, maka komisaris boleh memutuskan untuk memberi sanksi yang lebih berat bahkan memecat.

Begitu pula manusia, jika dalam mengelola alam ini dan seisinya, memiliki prestasi yang baik maka ia pantas mendapat keberkahan dan kasih sayang Allah SWT. Namun jika manusia melakukan kesalahan atau melanggar aturan main yang termaktub dalam al-Qur'an dan As-Sunnah, maka pertama, tugas kita sebagai kolega harus memberikan peringatan atau nasihat. Itulah fungsi amar ma'ruf nahi munkar yang dilakukan ustadz, kiai, ulama bahkan merupakan kewajiban kita semua. Tujuannya agar kemaslahatan dan kesinambungan alam semesta ini tetap terpelihara. Namun tak sedikit manusia yang tetap membandel, egois, semau gue, memperturut hawa nafsunya; maka wajar kemudian jika sang komisaris perusahaan alam semesta ini Alloh SWT, memberikan sanksi yang lebih berat kepada manusia, sebagai manager. Bahkan kesalahan sang manager perusahaan terkadang dapat menimbulkan efek domino yang merugikan pihak-pihak lain. PHK karyawan, penghentian projek atau produksi, merusak sistem pasar bahkan dalam lingkup yang lebih besar dapat mengoyak tatanan sosial. Dalam kondisi yang paling parah perusahaan juga dapat dinyatakan pailit atau bangkrut dan ditutup oleh sang pemilik.

Begitulah personifikasi pengelolaan alam semesta termasuk bumi ini. Jika manusia sebagai managernya, terus menerus melakukan penyimpangan dari ketentuan dan aturan main yang telah digariskan oleh Alloh SWT atau dengan kata lain selalu bermaksiat kepada-Nya, maka jika sang Pemilik memberikan sanksi dapat menimbulkan efek domino yang melebar. Bisa jadi yang melakukan kemunkaran hanya seorang, atau sekelompok orang, tapi orang-orang yang tak bersalah seperti anak-anak dapat menjadi korban; bahkan juga hewan, tumbuhan, dan harta benda lainnya. Itulah yang terjadi dengan musibah-musibah yang menimpa di negeri kita atau belahan bumi lainnya.
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. Taghobun: 11)

Dalam kondisi yang paling parah jika alam semesta ini dianggap tidak layak lagi beroperasi, karena bangunan dan system jaringannya sudah tidak normal, maka sang Pemilik akan menyatakan pailit atau bangkrut dan alam semesta ditutup. Itulah yang disebut kiamat kubro. Alam semesta ini dihancurkan sehancur-hancurnya. Manusia yang diberikan tanggung jawab mengelola dunia ini semuanya di PHK dan dipindahkan ke alam lain untuk diperhitungkan satu persatu mengenai pekerjaannya. Jika bekerja dengan baik, maka kebaikan sebesar atom pun akan diberikan upahnya, begitu pula sebaliknya.
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ * وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. )QS. Zalzalah 7-8).

Musibah-musibah yang selama ini terjadi baik yang disebabkan oleh fenomena alam seperti gempa bumi atau yang diakibatkan oleh ulah manusia seperti banjir, kebakaran, penyakit, atau kecelakaan; dalam perspektif Islam dianggap kecil dan disebut sebagai kiamat sughra. Musibah ini bisa sebagai sanksi atau peringatan dari Alloh SWT. Sanksi atau peringatan ini kemungkinannya, kita dapat mencegahnya atau minimal menghindarinya. Caranya adalah bertaqwa. Mencegah banjir, bentuk taqwanya adalah memelihara hutan dan tidak melakukan illegal loging. Mencegah penyakit, bentuk taqwanya adalah pola hidup sehat, makan yang halal dan baik.. dst..dst..

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ [الروم : 41
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Jadi sekali lagi kuncinya adalah bertaqwa.

Musibah-musibah yang menimpa umat-umat terdahulu pun seperti yang telah disebutkan oleh khatib tadi, seluruhnya diakibatkan karena tidak bertaqwa.

Allohuakbar 3X walilahilhamd..

Bertaqwa, itulah tujuan dilaksanakannya prosesi shaum Ramadhan selama 1 bulan penuh, sebagaimana firman Alloh SWT.
يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah 183).

Ramadan dengan seluruh aktivitasnya sesungguhnya merupakan upaya meningkatkan kepribadian muslim dan masyarakatnya menuju pribadi yang berkualitas, baik secara fisik maupun mental spiritualnya. Kepribadian yang berkualitas ini, al-Quran mengistilahkannya dengan kata Taqwa. Dan orang-orang yang berkualitas fisik dan mental spiritualnya disebut muttaqin.

Berbicara tentang kualitas diri atau taqwa, dalam dimensi Islam sesungguhnya dapat diukur dan bukan prilaku pasif dan beku. Tetapi merupakan sesuatu yang aktif dan dinamis. Taqwa bukanlah kesadaran iman dalam arti percaya semata yang hanya dapat dirasakan oleh hati seseorang. Tetapi taqwa adalah entitas yang riil, dapat diukur, dan tampak sebagai kenyataan yang hidup. Taqwa dapat dirasakan akibatnya oleh diri sendiri dan orang lain. Seseorang bertaqwa diukur oleh perwujudan lisannya, ekspresi tubuhnya, tindakan tangan dan langkah kakinya, dan juga cara berfikir otaknya.

Taqwa dapat diukur secara riil dalam prilaku manusia. Dikatakan seseorang bertaqwa jika setiap ujaran yang diluncurkan lisannya adalah sesuatu yang jujur, benar, dan santun. Kesantunannya bertutur, tatkala berbicara dengan orang lain, tidak menimbulkan fitnah, menyakiti perasaan, tidak menggunjing dsb. Wujud riil taqwa adalah ketika seorang istri di tinggal suami ia mampu menjaga kehormatan dirinya dan harta suaminya. Wujud riil taqwa adalah ketika seorang suami tidak bersama istrinya tapi mampu menjaga kesetiaannya. Wujud riil taqwa adalah ketika seorang pedagang tidak menipu kepada pembelinya. Wujud riil taqwa bagi orang miskin adalah ikhtiar mendapatkan harta yang halal. Wujud riil taqwa bagi orang kaya adalah banyak bersedekah menyantuni fakir miskin dan yatim piatu. Wujud riil taqwa adalah ketika seorang karyawan tetap bekerja dan disiplin saat atasannya tidak ada. Wujud riil taqwa adalah ketika seorang pejabat tidak menyalahgunakan jabatannya. Wujud riil taqwa adalah ketika seorang penguasa atau pemimpin menjalankan amanahnya mengurusi rakyat dengan baik.

Itu adalah wujud-wujud riil taqwa. Mengapa demikian? Karena orang yang bertaqwa orientasi hidupnya hanya kepada Allah SWT. Ketika seorang berpuasa dalam keadaan sendiri dan makanan ada di depannya, karena orientasi puasa kita karena Alloh maka kita tak berani memakannya. Ketika suami sendiri, padahal di sekitar kita banyak wanita menjajakan diri, suami bertaqwa tidak takut istri, tapi takut dosa kepada Alloh. Ketika pejabat di ruangan sendiri, milyaran uang berada dalam laci, pejabat bertaqwa tidak takut KPK, tapi takut kepada Allah. dst..dst..dst
Pertanyaan selanjutnya: Mengapa kita harus bertaqwa?
Jawaban singkat yang pertama: adalah agar Allah tidak murka kepada kita. Jika Alloh murka maka yang kena bukan hanya kita, istri kita, suami kita, anak kita, saudara kita, tetangga kita, penduduk sekampung, bahkan rakyat senegara. Kedahsyatan murka Alloh sesuai dengan kadar kesalahan kita.
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(QS. Al-Baqarah 286).

Mengapa kita harus bertaqwa?

Jawaban yang kedua: karena taqwa adalah tujuan antara atau jembatan penghubung dalam mencapai kebahagian yang menjadi tujuan utama manusia. Semua manusia pasti mendambakan hidup bahagia. Tapi terkadang ukuran kebahagiaan seseorang itu berbeda. Tapi Islam memberikan tuntunan untuk mencapai hidup bahagia yang hakiki. Bahagia di dunia dan bahagia di akhirat kelak.

Pertanyaan selanjutnya: Apa hubungan taqwa dengan bahagia?
Dalam al-Quran banyak ayat yang mengaitkan taqwa dengan bahagia. Misalnya:

وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Bertaqwalah kalian kepada Allah agar kalian memperoleh kebahagiaan (QS Ali Imran 200)
فَاتَّقُواْ اللّهَ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Maka bertaqwalah kalian kepada Allah wahai orang-orang yang berakal agar kalian memperoleh kebahagiaan (QS. Almaidah 100).
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang bunyinya serupa.

Allohuakbar 3x walillahilhamd

Ada enam kiat yang diajarkan Islam agar kita bisa hidup bahagia. Kiat-kiat tersebut semuanya berkaitan dengan nilai taqwa :

Pertama, Hidup bergantung hanya kepada Allah SWT. (Allohushomad)

Jika perbuatan kita ingin punya nilai, maka harus senantiasa didasari oleh orientasi kepada Allah Penguasa alam semesta. Jika sebaliknya, kita melakukan suatu perbuatan dimana kita mengharapkan pujian dari manusia, manakala tidak ada yang memuji, maka hati kita akan kecewa, merasa sedih, dan galau. Begitu juga dalam bekerja, jika ingin dinilai ibadah, maka baik ada orang maupun tidak ada, ada atasan ataupun tidak; kita tetap bekerja dengan baik, karena kita hanya berorientasi kepada Allah SWT. Jika orientasi hidup kita sudah kepada Allah, maka apapun sikap manusia terhadap diri kita; jika memuji kita tak akan lupa diri, dan jika menyakiti, kita tak akan kecewa dan sakit hati. Begitu pula terkadang kita menghadapi ketakutan dan kekhawatiran dalam menghadapi kehidupan, misalnya khawatir pesawat yang kita tumpangi jatuh. Kekhawatiran ini akan menimbulkan ketidaktenangan. Apabila kita menghadapi hal seperti itu, maka satu-satunya cara agar kita terbebas dari kecemasan dan ketakutan tersebut adalah dengan menggantungkan diri kita kepada Allah SWT Sang Pemilik dan Pengatur alam semesta.
Sikap mental seperti inilah sumber ketenangan dan ketenangan akan menghasilkan kebahagiaan.
Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.(QS Al-Fajr 27-30)

Kedua, melaksanakan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya.

Agar kita hidup bahagia, maka cara yang harus kita lakukan adalah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Menyimpang dari aturannya hanya akan menimbulkan masalah dalam diri kita, dan masalah akan mengakibatkan rasa gelisah dan tidak tenang. Semakin jauh kita menyimpang dari ketentuannya akan semakin banyak masalah yang ditimbulkan, dan semakin banyak masalah yang muncul, akan semakin galau kehidupan kita.

Ketiga, banyak beristighfar dan berdzikir

Tak ada manusia yang tak pernah melakukan dosa atau kesalahan. Tetapi menyimpan rasa salah dan dosa dalam diri kita hanya akan menimbulkan kesengsaraan jiwa kita.. Maka untuk mengobatinya adalah dengan mohon ampun dan berdzikir agar dosa yang meracuni jiwa kita dihapuskan. Selain itu berdzikir mengingat Allah walaupun hanya dengan lisan dan suara hati, akan memberikan aura pada jiwa kita berupa ketenangan.
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Ar-Ra'du 28).

Keempat, segera meminta maaf bila melakukan kesalahan pada sesama manusia.

Sebagai manusia, mungkin saja kita membuat kesalahan kepada teman, rekan, saudara, tetangga atau orang lainnya. Agar kita tidak terus merasa cemas, was-was dan gelisah sebagai akibat dari kesalahan yang kita buat kepada orang lain tersebut. Kita jangan ragu dan gengsi untuk meminta maaf, apabila kita memang berbuat salah kepada orang lain.

Kelima, merasa cukup (Qanaah) dan bersyukur.

Bersikap merasa cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada kita akan menimbulkan rasa syukur. Sikap bersyukur dengan merasa cukup ini akan membebaskan kita dari hawa nafsu untuk selalu memiliki yang lebih dan lebih tanpa ada rasa puas. Sikap selalu merasa kurang akan membuat hati kita terus-menerus dilanda gelisah yang membuat jiwa kita tidak tenang. Rasa tidak puas adalah perasaan yang ditumbuhkan oleh hawa nafsu yang tanpa batas dan dapat menjerumuskan kita pada kesengsaraan batiniah.

Keenam, banyak memberi.

Kiat yang terakhir yang harus kita lakukan agar kita hidup merasa bahagia adalah dengan banyak berbagi kepada orang lain, terutama kepada orang-orang yang nasibnya tidak sebaik kita. Meskipun orang yang diberi itu merasa senang, tapi batiniah orang yang memberi jauh merasa lebih berbahagia, karena tangan di atas itu lebih baik dari pada tangan di bawah. Kita harus terus berupaya agar apapun yang kita miliki memiliki dampak dan nilai manfaat yang dirasakan oleh orang lain yang ada di sekitar kita.

Itulah enam kiat bahagia yang semuanya sesungguhnya mencerminkan wujud taqwa. Jika setiap kita melaksanakan wujud taqwa ini maka kita pasti akan memperoleh kebahagian dan di jauhkan dari musibah dan malapetaka.

Marilah kita ubah musibah yang mungkin telah menimpa diri kita atau masyarakat kita; menjadi sebuah nikmat agar hidup bahagia dunia dan akhirat. Caranya dengan mengubah perilaku pribadi dan perilaku masyarakat kita. Sebagai individu, marilah kita buang arogansi Fir`aun, kerakusan Qarun, kelicikan Haman dan kemunafikan Bal`am. Sebagai bangsa, marilah kita tinggalkan sikap feodal kaum Nuh, kesombongan kaum `Ad, keserakahan kaum Tsamud, tabiat menyimpang penduduk Sodom, dan kecurangan penduduk Aikah.
Insya Allah, pribadi kita khususnya akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan bangsa Indonesia umumnya akan kembali ke tempat terhormat penuh rahmat. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran:
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (سبأ : 15)
Negara aman makmur gemah ripah lohjinawi dalam ampunan rabul izzati.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْءَانِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الأيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ،
وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَات فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.




KHUTBAH KEDUA

اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ * اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ*
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ.
الحمد لله الذى خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا،
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ َلا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
الذي بلغ الرسالة، وأدّى الأمانة، ونصح الأمة، وجاهد في الله حق جهاده،
اللَّهُمَّ فصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هذا النبي الكريم سيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِينَ
لهم بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ الله إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Dalam khotbah kedua ini sebelum kita berdoa, marilah kita saling memaafkan, bebaskan rasa dendam dalam diri kita agar kita menjadi pribadi yang suci bebas dari dosa baik kepada Allah maupun kepada sesama. Marilah kita memanjatkan doa kepada Allah `Azza wa Jalla. Semoga Dia berkenan mengabulkan segala permohonan kita.
إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. قل اللهم مالك الملك تؤتي الملك من تشاء وتنزع الملك ممن تشاء وتعز من تشاء وتذل من تشاء بيدك الخير إنك على كل شيء قدير. تولج الليل في النهار وتولج النهار في الليل وتخرج الحي من الميت وتخرج الميت من الحي وترزق من تشاء بغير حساب
Allohumma ya robbana…
Engkau saksikan kami pada pagi ini menundukkan kepala dengan kepasrahan dan kerendahan hati. Kami yang hadir di sini adalah hamba-hambaMu yang lemah tanpa daya. Hamba-hambaMu yang banyak dosa dan kesalahan ! Karena itu ya Allah ampunkanlah dosa-dosa kami, dosa orang tua kami, saudara-saudara kami, guru-guru kami, handai taulan, muslimin dan muslimat baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

Ya Allah jangan Engkau tinggalkan dosa kami kecuali Engkau ampuni, jangan biarkan orang sakit di antara kami, kecuali Engkau sembuhkan. Jangan Engkau tinggalkan seorang dalam keadaan susah dan resah kecuali Engkau segerakan kebahagian. Jangan Engkau jadikan dosa-dosa kami sebagai penghalang dari rahmat dan magfirahMu. Dan jangan jadikan dosa-dosa kami sebagai penghalang limpahan rizkiMu.

Ya Allah, Jangan biarkan tumbuh dalam hati kami rasa hasud, iri dengki, dendam, permusuhan dan perselisihan. Jadikan jiwa dan hati kami berkumpul di atas mahabbah dan kecintaan kepadaMu, himpunlah jiwa kami dalam ketaatan kepadaMu.

Ya Allah, kami bersyukur atas karunia yang Engkau berikan berupa amanah kehidupan. pasangan hidup, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, kekayaan. Untuk itu ya Allah bantulah kami dari kelemahan-kelemahan kami, jangan sampai semua itu menjadi fitnah bagi kami di dunia, terlebih di akhirat. Jadikan itu perhiasan hidup dan penyejuk hati yang dapat mengokohkan iman kami dan membawa kebahagiaan.
Ya Allah kokohkan ikatan persaudaraan kami, kekalkan cinta di antara kami, tunjukkan kami, dengan sinarMu yang tak pernah pudar, hiasi jiwa kami dengan tawakal kepadaMu, hidupkan jiwa kami dalam ma’rifah kepadaMu dan matikan kami dalam keadaan khusnul khotimah.

Ya Allah, tunjukilah para pemimpin bangsa kami ke jalanMu yang lurus, berilah mereka kesabaran dalam memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, sadarkan orang-orang yang zhalim di antara mereka, jauhkanlah musibah dari kami dan bangsa kami. Berilah kesabaran kepada orang-orang yang terkena musibah, Ya Allah, angkatlah bangsa kami dari jurang kehinaan, bimbinglah para pemimpin kami ke arah kebaikan, dan tunjukkan bagi kami jalan keselamatan dunia dan akhirat agar kami tidak tersesat. Ya Alloh, Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Kabulkanlah doa kami.

Allaahumma innaa nas’aluka l-`afwa wa l-`aafiyah, wa l-mu`aafaata d-daa’imah, fi d-diini wa d-dunyaa wa l-aakhirah, wa l-fauza bi l-jannah, wa n-najaata mina n-naar.

Allaahumma innaa nas’aluka muujibaati rahmatik, wa `azaa’ima maghfiratik, wa s-salaamata min kulli itsm, wa l-ghaniimata min kulli birr, wa l-fauza bi l-jannah, wa n-najaata mina n-naar.
Allaahumma innaa nas’aluka iimaanan kaamilaa, wa yaqiinan shaadiqaa, wa `ilman naafi`aa, wa rizqan waasi`aa, wa qalban khaasyi`aa, wa lisaanan dzaakiraa, wa halaalan thayyibaa, wa taubatan nashuuhaa, wa taubatan qabla l-mauut, wa raahatan `inda l-mauut, wa maghfiratan wa rahmatan ba`da l-mauut, wa l-`afwa `inda l-hisaab, wa l-fauza bi l-jannah, wa n-najaata mina n-naar.
Rabbanaa aatinaa fi d-dunyaa hasanah, wa fi l-aakhirati hasanah, wa qinaa `adzaaba n-naar, wa adkhilna l-jannata ma`a l-abraar, yaa `aziiz, yaa ghaffaar, yaa rabba l-`aalamiin.


وجعلنا الله و إياكم من العائدين والفائزين المقبولين

Was-salaamu `alaikum wa rahmatu l-Laahi wa barakaatuh.

Tidak ada komentar: