Kamis, Februari 21, 2008

OBITUARI PAMUGARI WIDYASTUTI



ASSAABIQUUNAL AWWALUUN
Gambar di atas diambil pada acara wisuda pertama Universitas Paramadina. Dalam photo tersebut saya berpose bersama Dra. Pamugari Widyastuti, Psi, Ketua Program Studi Psikologi, bersama mahasiswa Falsafah dan Agama. Bu Pam - demikian kami memanggilnya - adalah teman diskusi yang menyenangkan bahkan orang yang sangat perhatian terhadap perkembangan Kaf-Ha yang merupakan lambang dari Universitas Paramadina. Kami menyebut generasi awail kawan-kawan di UPM sebagai 'As-Sabiquunal Awwaluun' yang menurut Pak Ibin M. Sjatibi, dosen di Program Studi Manajemen dan Kepala Biro Umum dan Kepegawaian - sekarang menjadi Staf Ahli Menteri Penertiban Aparatur Negara (PAN) adalah orang-orang yang mempunyai komitmen perjuangan, bukan komitmen perut. Karena sejak awal para 'Assabiquunal Awwaluun' tersebut rela digaji kecil, tapi semangat pengembangan Kaf dan Haa - nya sangat tinggi. Nah.. para "Assabiquunal Awwalun" tersebut banyak yang meninggalkan Paramadina karena berbagai alasan dan ada yang dipanggil oleh Allah SWT. Diantara yang dipanggil menghadap Allah SWT tersebut adalah Bu Pam (meninggal pada hari Selasa, tanggal 13 Desember 2005, jam 20.15), Kamaluddin Marzuki dan Nurul Fajri (keduanya dosen Falsafah dan Agama). Semoga Allah SWT menerima amal ibadah mereka dan mengampuni dosa-dosanya. Amin. Tahun itu Paramadina kehilangan dua tokoh terbaiknya yaitu Al-Maghfur Lah Allah Yarham Prof. Dr. Nurcholish Madjid dan Dra. Pamugari Widyastuti, Psi.

Senin, Februari 18, 2008

Bersama Guru Bangsa


Allahyarham Al-Maghfurlah Prof. Dr. Nurcholish Madjid (Cak Nur), selama ini senantiasa salah difahami oleh sebagian kelompok umat Islam Indonesia, karena ijtihad-ijtihad beliau yang berisi dan bernas. Bagi orang yang hanya tahu beliau dari 'jauh', tidak terlibat dalam keseharian beliau, akan termakan oleh berita-berita miring tentang beliau. Hal ini saya alami ketika dimana saja saya berada dan bahkan dilingkungan kawan lama saya sesama alumni mahsiswa Mesir. Pertanyaan dan pernyataan mereka tidak berbeda dengan pertanyaan dan pernyataan kaum awam tentang Cak Nur.
Pengalaman saya pribadi tentang beliau, ketika saya masih berada di Timur Tengah tidak berbeda dengan apa yang dirasakan oleh kawan-kawan saya tadi. Tapi setelah saya berada dan bergaul langsung dengan beliau, bahkan pernah umrah bersama beliau, kesan yang selama ini dipublikasikan oleh media yang anti beliau sama sekali sirna. Saya menemukan sosok yang begitu tawadhu dan rendah hati, dengan komitmen moralitas yang sangat tinggi. Komitmen ini merupakan cerminan pemahaman beliau tentang inti ajaran agama Islam yang bersumber Wahyu (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah.
Selama mengikuti beliau baik dalam setiap kuliah S2 di Paramadina, moment-moment tertentu selalu muncul 'saripati' Al-Qur'an yang beliau jabarkan dan ijtihadkan, sehingga bagi pendengar yang menguasai pemahaman studi Islam secara kuat - misalnya alumni Universitas Al-Azhar Cairo - akan kagum dengan ketajaman ijtihad beliau.
Oleh karena itu sosok Cak Nur boleh dikatakan sebagai 'al-muftara alayhi', yang disalahfahami selama ini, karena hanya 'kata'nya. Bukan dari pengalaman pribadi bergaul dengan beliau. Saya banyak mengenal dan tahu para Kiyahi dan Ustaz di Jakarta dan tapi terus terang saya katakan tidak satupun yang komitmen moralitasnya dan ketawadhuannya menyamai beliau.

Bersama Sheikh Q.K. Dikara Barcah, MBA,



Suatu hari di artistika, seperti biasa saya ke tempat tersebut untuk akses internet, disamping melepas lelah dan penat setelah seharian di kampus. Karena lokasinya yang tidak jauh dari kampus Universitas Paramadina, juga saya bisa belajar dari dua staf Artistika saat itu, yaitu sdr Yudi dan Sari, yang kemudian menjadi suami-istri, bahkan saya diminta untuk memberikan nasehat perkawinan kepada keduanya. Diantara pesan saya kepada keduanya adalah jujur terhadap jodoh (pasangan). Pada saat akad nikah diucapkan, itulah pilihan atau jodoh yang telah Allah gariskan pada kita. Oleh karena itu untuk merambah kebahagiaan rumah tangga hanya bisa dicapai melalui kejujuran pada jodoh. Apabila ketidakjujuran mulai menjalar di dalamnya, walau sekecil apapun, pasti - lambat atau cepat - akan meruntuhkan kebahagiaan rumah tangga kita. itulah kurang lebih pesan pernikahan saya kepada kedua sahabat dan guru IT saya. Bahkan sekarang keduanya telah sukses memperoleh seorang putra yang sedang lucu-lucunya.


Kamis, Februari 14, 2008