Minggu, September 02, 2012

Libya Bukan Afghanistan: Mundurnya Mendagri Libya

Libya Bukan Afghanistan: Mundurnya Mendagri Libya “Menteri Dalam Negeri pada sistem pemerintahan di sejumlah negara Arab tidak sama dengan Mendagri dalam sistem pemerintahan RI. Mendagri disana sama dengan Kepala Kepolisian RI (kurang lebih) yang mengurusi keamanan dalam negeri. Sedangkan nama yang mirip dengan Mendagri di RI adalah Menteri/Kementerian Pemerintahan Daerah (Wuzarah al-Hukm al-Mahalli). Jadi, bagi pembaca Indonesia yang tidak faham konteks politik Timur Tengah selalu salah dalam menilai persoalan sekitar tugas Mendagri disana”. Ahad lalu (26/8), Mendagri Libya (yang menangani masalah keamanan dalam negeri) Fawzi Abdul Al mengajukan pengunduran dirinya sebagai Mendagri kepada Parlemen Libya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara (untuk sementara) pasca pelimpahan dari Komite Transisi Nasional (NTC) pimpinan Mustafa Abdul Jalil. Ketua Parlemen Libya saat ini adalah Mohamed Magharif, oposan yang selama ini tinggal di AS. Pengunduran diri tersebut sebagai protes atas kritikan dan bahkan dukungan Parlemen atas sikap para jihadis dan salafis (wahabi) yang dulunya sebagai pemberontak terhadap Gaddafi dan saat ini direkrut menjadi pasukan keamanan Libya. (Saya sudah banyak menulis tentang fenomena ini di Kompasiana.com, khususnya peranan Abdul Hakim Belhaj, Komandan Penyerang Tripoli untuk menggulingkan Gaddafi yang merupakan alumni Afghanistan yang dijebloskan ke penjara oleh Gaddafi dan dikenal dengan kelompok Libyan Islamic Fighting Group [LIFG]). Akhir-akhir ini kelompok Jihadi dan salafi di Libya yang menguasai sebagian kehidupan politik Libya pasca jatuhnya Libya melakukan perusakan terhadap aset budaya negara yang merupakan bagian dari kultural Islam yang selama ini berkembang dalam wacana ‘Islam moderat’ seperti adanya maqam para wali, ziarah kubur, situs-situs sejarah, dan lain sebagainya. Belum lama ini kelompok ekstrimis Salafi dan Jihadi ini menghancurkan tempat-tempat bersejarah dan makam Waliyullah yang terletak di Shuab al-Dahmani di tengah ibu kota Tripoli dan juga makam Waliyullah, pengembang dan Dai Islam di Afrika Utara serta Sufi Besar di Afrika Utara, Sheikh Abdul Salam Al-Asmar di kota Zletin, dekat Subrata, kota peninggalan Romawi. Kedua tempat tersebut sudah pernah saya kunjungi, bahkan saya sudah menulis cukup banyak tentang kota Zletin dan peranan Sheikh Abdullah Al-Asmar ini dengan pesantren Tahfiz Al-Qur’annya yang mempunyai metode unik dalam mempercepat dan mengingat hafalan di blog Kompasiana ini. Bahkan nama beliau diajdikan sebagai nama PT Islam di Zletin yaitu Universitas Islam Al-Asmariyah. Saya sudah berkali-kali mengunjunginya, bahkan IAIN Ar-Raniri Sumsel sudah menjajagi kerjasama pertukaran mahasiswa dan dosen dengan PT itu, namun terbengkalai akibat pecahnya revolusi. Persoalan politik dalam negeri Libya sedang diuji, apakah mulus dalam transisi menuju demokrasi di tengah euforia dan gegap gempita revolusi, dengan banyaknya pasukan keamanan mantan anggota LIFG dan juga Ketua Parlemen sekarang ini, Mohamed Magharif, oposan Gaddafi yang lama tinggal di AS - bahkan menurut Sejarahwan Libya Yusuf Shakir termasuk binaan Badan Intelejen AS, CIA. Wallahu A’lam bishawab. Yang jelas, akibat dari gonjang ganjing politik dalam negeri Libya saat ini, sehingga Menteri yang mengurusi keamanan dalam negeri dibuatnya mundur dari Jabatan. (Kapolri kita ikut mundur juga gak yah akibat kerusuhan yang banyak terjadi di tanah air). Selama lebih tiga tahun saya berada di Libya hingga evakuasi WNI dari sana dan bekerja sebagai staff politik yang membaca surat kabar harian dan mingguan setiap hari, cukup banyak informasi yang saya peroleh. Kenyataan budaya dan keislaman pada masa lalu juga tidak jauh berbeda dengan keislaman Indonesia yang menganut faham ‘Islam Wasath’ (Moderat), seperti masih diadakannya peringatan Maulid oleh negara, bahkan dengan mengundang para ulama dari dunia Muslim, termasuk Indonesia; adanya makam para wali yang tetap terpelihara; mazhab fikih moderat yaitu mazhab Imam Maliki dan lain sebagainya. Gaddafi memang sangat keras terhadap kelompok Islam garis keras (salafi dan jihadi) yang banyak merupakan jebolan Afghanistan, yang selama ini ditangkap dan dipenjara. Namun, pihak penguasa Libya juga cepat bergerak, khususnya PM Abdul Rahim El-Keib yang meminta Parlemen unuk segera membuat UU yang mempidanakan orang yang melakukan pengrusakan warisan sejarah dan keagamaan di Libya. Menhan Libya, Usama Al-Juweili juga mengakui dan mengatakan bahwa pihaknya mengalam kesulitan menghadapi ‘intervensi’ kelompok militan ini yang menolak bergabung dengan Kementerian Pertahanan karena faktor peranan mereka yang strategis. Yang jelas, rakyat tidak ingin negara mereka menjadi Afghanistan kedua, sebagaimana mereka bawa poster-poster yang bertuliskan itu pada saat demonstrasi menentang perusakan yang dilakukan oleh kelompok Jihadis di Medan Al-Jazair (Al-Jazair Square) dekat dengan Green Square, saat ini namanya diganti dengan Shuhada Square, baru-baru ini. Semoga negara kaya minyak tersebut dapat mewujudkan kesejahteraan rakyatnya di tengah hingar-bingar revolusi rakyat, yang jangan sampai mau diacak-acak dan diadu domba oleh kepentingan asing demi merebut kekayaannya yang melimpah ruah. Namun, kemudian atas desakan berbagai pihak, Mendagr diminta untuk mengurungkan niatnya tersebut. salam damai, sumber berita dan gambar: http://www.alarab.co.uk/index.asp? lihat juga di: http://luar-negeri.kompasiana.com/2012/08/28/libya-bukan-afghanistan-mundurnya-mendagri-libya/

Tidak ada komentar: