Minggu, Maret 09, 2008

Al-Azhar Mosque and University


Ini adalah gambar masjid Al-Azhar Cairo, Mesir. Mesjid ini mempunyai ciri khasnya yaitu mempunyai dua cabang menara kecil pada salah satu menaranya. Masjid ini cikal bakal berdirinya Universitas Al-Azhar yang melegenda sampai sekarang dan merupakan simbol pemikiran moderat Islam di dunia Muslim suni, walau sebenarnya Masjid ini didirikan oleh penguasa Syiah (bahkan Syiah Ismailiyah), dari Dinasti fathimiyah. Dinasti ini dulunya berpusat di Tunisia. Dalam perjalananan dari Tunis ke Mesir penguasa Dinasti tersebut juga membangun istana di Libya pada abad ke-10 H yang sampai hari ini peninggalannya masih ada walau kurang terurus. Belum lama ini (30 juni 2008) telah dikunjungi salah seorang tokoh yag terlibat dan saksi mata kemenangan revolusi Al-fateh (September) di Libyah Mayjen. Al-Khaweldi Al-Hamedi mengunjungi tempat tersebut.
Masjid tersebut didirikan untuk mengembangkan mazhab dan faham Syiah guna mendukung perjuangan pemikiran syiah yang berkembang di belahan dunia lain, seperti misalnya mazhab "Ikhwan Al-Safa" yang menjadi gerakan pemikiran bawah tanah di daerah kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang sunni di Daghdad. Memang akhirnya, ketika Mesir dibawah kekuasaan penguasa Kurdistan dibawah kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi, masjid dan Universitas ini menjadi mazhab Sunni. Kekuasaan Kerajaan yang dipimpin Suku Kurdistan ini meliputi negara-negara (sekarang) Syria hingga Mesir. Andaikata pada saat itu muncul faham nasionalisme sempti yang dianut oleh dunia saat ini, dapat dipastikan dunia Arab akan berbicara bahasa Kurdistan atau bahasa Kurdistan menjadi bahasa resmi beberapa kawasan Arab. Tapi para penguasa yang sangat orientasi Islam dan tidak memandang perbedaan bahasa dll sebagai kendala untuk melihat keuniversalan Islam. Begitu Turki, ketika di bawah kekuasaan Ottoman (Usmany) menguasai seluruh kawasan Timur Tengah dari Tunis, Mesir dan Asia serta Balkan, andaikan mereka menerapkan faham nasionalisme sempit tadi, pasti bahasa Turki menjadi bahasa nasinal di negara-negara Timur Tengah.
Shalahuddin Al-Ayyubi ini yang mengubah karena kekuasaannya, menjadi faham sunni yang dianut oleh mayoritas umat Islam dunia. Sedikit catatacan bahwa dalam perembangan sejarah faham apapun sangat erat dengan kekuasaan. Seperti penyebaran mazhab-mazahab fikih di dunia sunni saat ini juga erat hubungannya dengan kekuasaan. Seperti misalnya, mazhab maliki yang banyak dianut oleh umat Islam Afrika Utara seperti Libya, Tunis, Al-jazair dan Maroko, kenapa yang dominan, padahal Imam Malik merupakan satu-satunya imam mazhab yang tidak pernah keluar kota, kecuali Makkah, dan itupun untuk melakukan haji. Based beliau adalah Madinah Munawwaroh. logisnya adalah mazhab beliau dianut oleh Saudi Arabia atau kota dimana beliau menetap. Tapi Saudi Arabia bermazhab Hanbali, yang berasal dari baghdad.
Nah..fenomena harus difahami dalam konteks kekinian. Siapa yang berkuasa dan mempeunyai pengaruh secara politik dan ekonomi, mka boleh jadi fahamnya aan berkembang sesuai dengan kekuasaan tadi. Seperti misalnya PKS yang punya akses ke gudang duit di Timur Tengah, tidak bisa tidak juga mengembangkan faham pemberi dan penyumbang dana tadi. dan secara historis mazhab mereka banyak perbedaan dengan mazhab yang telah eksis di tanah air lebih dahulu. Walaupun berbedaan mazhab tersebut tidak ada masalah dalam beragama (dalam hal ini Islam), tapi memang dikalangan gress root masih terdapat pandangan yang memilukan karena kebodohan mereka dan klaim kebenaran yang eksklusif. Istilah kapling 'surga' menjadi otoritas dan prerogatif mereka. Aneh.... karena yang benar adalah saling menghormati sesam pandangan mazhab yang ada. Bukannya saling menyalahkan. Seperti contoh kecil saja istilah yang diributkan dalam soal tahlil. Mazhab Hanbali (Wahabi) itu bid'ah, tapi mazhab Syafi'i (NU) mengembangkannya, sehingga saling menyalahkan. yang benar dan ideal adalah saling menghormati faham tadi. karena soal ini sudah final pada tataran imam mazhab. bagi yang meilih mazhab tertentu harus belajar dan tahu mazhab yang lain, begitu mazhab yang satu jangan menyalahkan mazhab yang lain. Tidak klaim paling benar paling suci. yang berhak menentukan itu hanya Allah saja. Kita hanya meakanakan dengan sebaik-baiknya dengan prinsip 'fastabiqul khairaat', berlomba-lomba saja dalam kebaikan.
Saya komentari hal ini karena di tripoli masih menjadi persoalan masalah yang sepele dan sudah final di tataran imam mazhab tadi. Ini lah yang saya atakan mahasiswa Indonesia di tripoli masih belum mempunyai wawasan yang membahana dan mengglobal.
Aneh... tapi nyata... bukan di Indonesia tapi..juga di Libya. (meminjam salah stu mata acara berita di RCTI)

Tidak ada komentar: