Selasa, September 01, 2009
JIHAD: BUKAN MATI FI SABILILLAH, TAPI HIDUP FI SABILILLAH
Gamal Al-Banna: Jihad, bukan berarti mati fi sabilillah. Tapi hidup fi sabilillah.
Penulis dan Pemikir Islam asal Mesir, adik kandung pendiri Ikhwan Muslimin, Ust. Gamal Al-Banna (89 tahun) membuat kegemparan baru yang mengejutkan dengan menolak bahwa jihad sebagai bab untuk menyebarkan akidah Islam dimana dia melihat hal tersebut bersinggungan dengan kebebasan orang lain dalam berkeyakinan (agama). Ust. Al-Banna menegaskan bahwa jihad Islam yang diperlukan saat ini bukan berarti perang, akan tetapi bangkit dari keterbelakangan, kemunduran, kejumudan, kemiskinan, kebodohan dsb., dan berjuang untuk maju dengan mempergunakan media kehidupan (taskhir) di dunia Islam. Hal ini berarti adanya pergeseran paradigm dalam pengertian jihad. Maka makna jihad menjadi ber’jihad’ dalam meraih kehidupan dengan penuh kemuliaan, dedikasi, pengabdian. Bukan mati dalam bom bunuh diri.
Ust. Al-Banna mengatakan dalam bukunya (Al-Jihad), bahwa jihad saat ini bukannya mati fi sabilillah. Akan tetapi hidup fi sabilillah. Dia mengambil contoh bahwa jihad pada zaman Nabi dan para khalifah di masa awal Islam ditujukan kepada kaisar, Kisra (system kerajaan dan dinasti) dan model kapitalisme yang memperbudak rakyat. Jihad pada abad lalu untuk mengembalikan kebebasan politik dan mengenyahkan penjajah. Simbol jihad pada zaman dulu adalah ‘siapa yang membaiat saya mati fi sabillah’, saat ini simbolnya adalah ‘siapa yang membait saya hidup fi sabilillah’. Dia menegaskan bahwa makna jihad salah difahami pada masa lalu maupun sekarang. Bahwa Jihad yang benar yang dikehendaki oleh agama Islam adalah bergerak pada pembangunan kepada ‘pertempuran menuju peradaban’, bangkit dengan produktifitas dan menegakkan keadilan dibawah panji jihad suci. Lebih lanjut Ust. Gamal mengatakan apabila akidah itu bersifat ‘tetap’, baku, maka syariah itu berkembang, berubah dan berkelindan karena diusung untuk suatu kemaslahatan atau hikmah atau sebab (kasus). Sudah sering kali dirinya mengatakan bahwa pemikiran Islam tidak dapat melampaui tantangan besar yaitu pemikiran salafi yang telah diletakkan oleh para Imam besar sejak seribu tahun lalu. Dia menambahkan mereka adalah para imam spektakuler dan mukhlis serta mukmin. Namun mereka bukan malaikat. Mereka berada pada masa sulit saat itu, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk mengkultuskannya terhadap formula hukum-hukum yang dikembangkannya.
Penulis dan Pemikir Islam asal Mesir, adik kandung pendiri Ikhwan Muslimin, Ust. Gamal Al-Banna (89 tahun) membuat kegemparan baru yang mengejutkan dengan menolak bahwa jihad sebagai bab untuk menyebarkan akidah Islam dimana dia melihat hal tersebut bersinggungan dengan kebebasan orang lain dalam berkeyakinan (agama). Ust. Al-Banna menegaskan bahwa jihad Islam yang diperlukan saat ini bukan berarti perang, akan tetapi bangkit dari keterbelakangan, kemunduran, kejumudan, kemiskinan, kebodohan dsb., dan berjuang untuk maju dengan mempergunakan media kehidupan (taskhir) di dunia Islam. Hal ini berarti adanya pergeseran paradigm dalam pengertian jihad. Maka makna jihad menjadi ber’jihad’ dalam meraih kehidupan dengan penuh kemuliaan, dedikasi, pengabdian. Bukan mati dalam bom bunuh diri.
Ust. Al-Banna mengatakan dalam bukunya (Al-Jihad), bahwa jihad saat ini bukannya mati fi sabilillah. Akan tetapi hidup fi sabilillah. Dia mengambil contoh bahwa jihad pada zaman Nabi dan para khalifah di masa awal Islam ditujukan kepada kaisar, Kisra (system kerajaan dan dinasti) dan model kapitalisme yang memperbudak rakyat. Jihad pada abad lalu untuk mengembalikan kebebasan politik dan mengenyahkan penjajah. Simbol jihad pada zaman dulu adalah ‘siapa yang membaiat saya mati fi sabillah’, saat ini simbolnya adalah ‘siapa yang membait saya hidup fi sabilillah’. Dia menegaskan bahwa makna jihad salah difahami pada masa lalu maupun sekarang. Bahwa Jihad yang benar yang dikehendaki oleh agama Islam adalah bergerak pada pembangunan kepada ‘pertempuran menuju peradaban’, bangkit dengan produktifitas dan menegakkan keadilan dibawah panji jihad suci. Lebih lanjut Ust. Gamal mengatakan apabila akidah itu bersifat ‘tetap’, baku, maka syariah itu berkembang, berubah dan berkelindan karena diusung untuk suatu kemaslahatan atau hikmah atau sebab (kasus). Sudah sering kali dirinya mengatakan bahwa pemikiran Islam tidak dapat melampaui tantangan besar yaitu pemikiran salafi yang telah diletakkan oleh para Imam besar sejak seribu tahun lalu. Dia menambahkan mereka adalah para imam spektakuler dan mukhlis serta mukmin. Namun mereka bukan malaikat. Mereka berada pada masa sulit saat itu, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk mengkultuskannya terhadap formula hukum-hukum yang dikembangkannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
knapa ya banyak yang jd tumbal bom teroris
Afrika dijajah negri2 barat jadi tetap miskin dan rakyatnya bodoh karena cuma dihisap habis sumber alamnya, lalu masuklah China dengan investasi besar2an dan membangun Afrika dengan dasar saling menguntungkan dan tanpa menuntut ini-itu. Lalu mengocehlah negri2 barat yang munafik dengan menuduh China menjajah afrika,sebetulnya mereka hanya dengki saja melihat China lebih diterima afrika daripada negara2 barat.
Posting Komentar